Notification

×

Iklan

Iklan

Pandangan Kaprodi KPI IAIH Pancor: Menata Ulang Strategi Promosi Pariwisata Lombok Timur untuk Merebut Perhatian Dunia

Rabu, 21 Mei 2025 | Mei 21, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-22T05:59:45Z


kpiiaihpancornews.com - Dalam dinamika pembangunan daerah, pariwisata merupakan sektor strategis yang tidak hanya menghadirkan pendapatan ekonomi, tetapi juga memperkuat identitas budaya, memperluas jejaring global, serta menciptakan lapangan kerja dan pemerataan kesejahteraan. Namun, di balik potensi besar yang dimiliki Lombok Timur, daerah ini masih tertatih-tatih dalam menempatkan dirinya sebagai destinasi unggulan. Jika kita bandingkan dengan Lombok Barat yang memiliki Senggigi, atau Lombok Tengah dengan kemegahan Mandalika. Maka, Lombok Timur seakan-akan menjadi anak tiri dalam peta promosi pariwisata Nusa Tenggara Barat.


Sebagai Kaprodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) di Institut Agama Islam Hamzanwadi (IAIH) Pancor, saya memandang persoalan ini bukan hanya soal infrastruktur atau akses, tetapi lebih dalam: ini adalah soal narasi, strategi komunikasi, dan ekosistem promosi yang belum terintegrasi. Ini adalah soal bagaimana kita sebagai akademisi, pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat gagal mempromosikan "surga tersembunyi" yang ada di halaman rumah kita sendiri.


Potensi yang Luput dari Panggung Dunia

Mari kita sebut beberapa nama: Tanjung Ringgit dengan panorama tebing karangnya yang menghadap Samudera Hindia, Pantai Pink yang eksotis dan langka, serta Sembalun yang menjadi gerbang pendakian Gunung Rinjani dan surga bagi para pecinta alam. Ketiga destinasi ini bukan hanya indah, tapi memiliki nilai jual yang tinggi secara ekowisata, budaya, dan sejarah. Namun, mengapa mereka belum mampu menarik arus wisatawan secara massif dan berkelanjutan?


Salah satu jawabannya adalah minimnya branding destinasi dan ketidakkonsistenan dalam kampanye digital. Dalam era media sosial dan pemasaran berbasis algoritma, Lombok Timur tampak gagap dan tertinggal. Banyak konten promosi bersifat sporadis, tidak terkoordinasi, dan terkesan musiman. Kita seolah hanya menunggu “musim ramai” seperti libur nasional atau event tertentu untuk kemudian menggencarkan promosi secara mendadak. Tidak ada kesinambungan, tidak ada storytelling yang kuat, dan tidak ada integrasi lintas sektor.


Krisis Narasi dan Strategi Komunikasi

Sebagai akademisi di bidang komunikasi, saya menilai Lombok Timur belum memiliki narasi besar dalam membingkai keunggulan destinasi wisatanya. Branding daerah bukan hanya soal logo atau slogan saja, karena itu soal identitas, pesan inti (core message), dan bagaimana pesan itu diterjemahkan ke dalam berbagai kanal komunikasi, dari media sosial hingga kampanye langsung ke komunitas dan pelaku pariwisata global.


Apakah kita ingin dikenal sebagai destinasi petualangan? Atau sebagai surga ketenangan spiritual? Atau sebagai tempat perpaduan antara kekayaan budaya Sasak dan keindahan alam tropis? Selama narasi ini belum disepakati dan dikembangkan secara terstruktur, maka promosi Lombok Timur akan terus terfragmentasi. Akibatnya, calon wisatawan global tidak mampu mengingat atau membedakan Lombok Timur dari daerah lainnya.


Minimnya Kalender Event Tahunan: Tidak Ada Alasan untuk Datang

Coba kita lihat bagaimana Yogyakarta atau Bali mengelola wisata mereka. Di sana, kalender event tahunan menjadi magnet yang secara reguler menarik wisatawan. Bahkan ketika tidak ada destinasi baru, event seperti festival budaya, konser musik, pameran kerajinan, atau lomba maraton tetap menjadi daya tarik yang membuat orang punya alasan untuk datang kembali.


Sayangnya, di Lombok Timur, tidak ada kalender event yang konsisten. Beberapa festival lokal seperti Bau Nyale versi timur, Festival Sembalun, atau Festival Pantai Pink pernah digelar, namun tidak dilanjutkan atau tidak memiliki kesinambungan. Padahal, event-event ini dapat menjadi platform untuk promosi lintas kanal: dari media digital, kerja sama dengan travel blogger, hingga siaran langsung di media nasional. Ketidakkonsistenan ini membuat Lombok Timur kehilangan momentum dan gagal membentuk pola kunjungan wisatawan yang reguler.


Ketimpangan Promosi: Ketika Mandalika Menyilaukan, Lombok Timur Menghilang

Mandalika, sebagai proyek super prioritas nasional, telah mendapatkan dukungan promosi luar biasa dari pusat hingga daerah. Setiap kali ada ajang MotoGP atau event internasional di Mandalika, dunia menoleh ke Lombok Tengah. Namun, bagaimana dengan Lombok Timur? Di mana letak peran kita dalam arus besar promosi itu?


Ironisnya, meskipun secara geografis Mandalika tidak jauh dari destinasi di Lombok Timur, namun tidak ada jembatan promosi yang menghubungkan keduanya. Seharusnya, promosi Mandalika bisa menjadi pintu masuk promosi bagi seluruh pulau Lombok, termasuk Lombok Timur. Tapi ini tidak terjadi. Pemerintah daerah Lombok Timur belum mampu memanfaatkan limpahan arus promosi itu karena tidak adanya kolaborasi lintas wilayah dan integrasi dalam paket wisata terpadu.


Peran Strategis Komunikasi dan Lembaga Pendidikan

Sebagai Kaprodi KPI IAIH.Pancor, saya menekankan bahwa solusi utama persoalan ini terletak pada perubahan cara pandang dan pendekatan komunikasi. Kita tidak bisa lagi mengandalkan cara-cara lama, yaitu mencetak brosur, mengikuti pameran wisata, atau menunggu wartawan datang. Kita harus proaktif dan adaptif terhadap dinamika digital.


Pertama, kita perlu membangun tim promosi digital terintegrasi yang melibatkan pemerintah, pelaku usaha wisata, konten kreator lokal, dan akademisi. Tim ini bertugas merancang kampanye digital jangka panjang, bukan hanya sesekali. Kampanye ini harus berbasis data, paham tren global, dan memanfaatkan platform, seperti Instagram, YouTube, TikTok, dan blog wisata internasional.


Kedua, perlu dibangun laboratorium komunikasi pariwisata di kampus-kampus lokal, seperti IAIH Pancor. Mahasiswa KPI, misalnya, bisa terlibat langsung memproduksi konten kreatif, video dokumenter, podcast wisata, hingga menjadi duta digital destinasi. Ini bukan hanya praktik akademik, tapi juga kontribusi nyata terhadap pembangunan daerah.


Ketiga, pemerintah daerah mesti menjalin kemitraan jangka panjang dengan media nasional, travel influencer, dan operator tur. Setiap destinasi harus memiliki “cerita” yang dikemas menarik dan didistribusikan secara berkelanjutan. Jangan hanya bergantung pada dinas pariwisata, promosi adalah tanggung jawab bersama.


Membangun Identitas: Branding yang Autentik dan Membumi

Branding destinasi wisata bukan sekadar “jualan keindahan”, tetapi tentang menyampaikan keaslian pengalaman yang bisa dirasakan wisatawan. Lombok Timur punya modal itu: keaslian budaya Sasak, kearifan lokal masyarakat adat di Sembalun, kuliner khas, seperti Beberuk Terong dan Ayam Rarang, serta kesederhanaan yang menjadi daya tarik di tengah dunia yang serba cepat.


Kita harus berani membangun branding yang tidak meniru Mandalika atau Senggigi, tetapi menampilkan wajah sendiri. Misalnya, menjadikan Lombok Timur sebagai “Rumah Kedamaian Tropis” atau “Jantung Budaya Sasak”. Branding ini kemudian dijabarkan dalam narasi, visual, cerita, dan pengalaman wisata yang bisa diakses oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.


Menatap ke Depan: Arah Baru Promosi Pariwisata Lombok Timur

Sudah saatnya Lombok Timur keluar dari bayang-bayang ketertinggalan promosi. Daerah ini memiliki segala potensi untuk menjadi destinasi unggulan di Indonesia Timur. Namun, tanpa strategi komunikasi yang solid, narasi yang kuat, dan sinergi lintas sektor, maka keindahan itu akan terus menjadi rahasia yang hanya diketahui oleh segelintir orang.


Saya mengajak seluruh pihak, seperti pemerintah, kampus, pelaku usaha, komunitas lokal, dan generasi muda untuk duduk bersama, menyusun ulang peta jalan promosi pariwisata Lombok Timur. Kita mulai dengan membentuk kalender event tahunan yang pasti, membangun tim kreatif digital berbasis lokal, dan menjadikan kampus sebagai pusat pengembangan konten pariwisata. Ini bukan hanya soal pariwisata, tapi soal identitas dan masa depan daerah kita.


Masa depan Lombok Timur tidak boleh dibiarkan berjalan tanpa arah. Kita butuh kompas baru: promosi yang terintegrasi, komunikasi yang strategis, dan komitmen bersama. Karena tanpa itu, kita akan terus jadi penonton di tengah panggung besar pariwisata dunia meskipun kita punya panggung yang paling indah.

×
Berita Terbaru Update