Dr. Muhammad Haramain, M. Sos. I
Abituren/Dosen IAIN Parepare.
kpiiaihpancornewscom - Hultah NWDI ke-90 bukan sekadar angka. Ia adalah titik ujian: apakah ia mampu bertahan hanya sebagai simbol masa lalu, atau menjelma menjadi poros masa depan.
Ada yang unik ketika berbicara tentang sebuah lembaga pendidikan yang lahir dari rahim sejarah. Ia tidak hanya dihitung usianya, tetapi juga diukur denyut napasnya dalam menyapa zaman. Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) di Pancor adalah salah satunya.
Didirikan pada 22 Agustus 1937 oleh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, Pahlawan Nasional dari Lombok, NWDI telah melewati perjalanan panjang: dari masa kolonial yang diskriminatif, dari perjuangan mempertahankan identitas keislaman, hingga transformasi menjadi gerakan sosial-budaya yang berakar kuat di Indonesia. Kini, usianya menjelang satu abad.
Sejak awal, NWDI berdiri bukan hanya untuk mendidik, tetapi juga untuk melawan keterjajahan. Ia melawan diskriminasi pendidikan kolonial dengan membuka pintu seluas-luasnya bagi siapa saja yang ingin belajar. Ia melawan keterbelakangan dengan merumuskan sistem pendidikan modern tanpa kehilangan ruh pesantren.
Dari embrio itu, tumbuh organisasi besar Nahdlatul Wathan yang mewadahi ribuan madrasah, sekolah, dan pesantren. Pendidikan di Pancor menjelma menjadi gerakan kebudayaan dan peradaban.
Hultah: Kilas Balik dan Harapan
Perayaan Hultah ke-90 di Pancor tahun ini adalah momentum kilas balik, sekaligus cermin untuk menatap masa depan. Pancor kembali menjadi magnet: lautan manusia, bendera hijau bulan bintang bersinar lima berkibar, syair-syair pendiri dilantunkan, dan zikir menggema di setiap sudut. Seakan-akan, Pancor berubah menjadi sebuah miniatur Makkah.
Pesan pendirinya, Kakek dari TGB. M. Zainul Majdi ini, dalam Buku Wasiat Renungan Masa:
51. Ummat muhtadin selalu ziarah
Di NWDI induk madrasah
Secara zhahirah dan ruhaniyah
Membawa berkat dan sinar Ka’bah
52. Berbondong-bondong berfirqah-firqah
Setiap waktu setiap sa’ah
Banjiri Pancor menuju madrasah
Seakan menuju ke kota Ka’bah
Di sinilah bait-bait syair ini menemukan gaungnya. Bait ke-51 dan 52 menyebut madrasah ini sebagai Ka’bah ilmu. Umat datang dari berbagai penjuru, dari beragam golongan, pulang ke Pancor dengan semangat ziarah lahiriah sekaligus batiniah. NWDI tampil sebagai poros yang menyatukan, sebagaimana Ka’bah menjadi titik temu umat Islam di seluruh dunia.
Pertanyaannya, ke mana NWDI akan bergerak dalam satu dekade ke depan, ketika usianya genap satu abad? Tantangan jelas berbeda. NWDI tidak lagi berhadapan dengan kolonialisme konvensional, melainkan dengan kolonialisme baru: arus globalisasi, digitalisasi, dan sekularisasi gaya baru yang merasuk lewat layar gawai.
Maka, trajektori satu abad NWDI seharusnya tidak berhenti pada kebanggaan historis. Ia harus menjelma menjadi platform peradaban baru: memodernkan kurikulum, merambah digitalisasi pendidikan, memperkuat riset, dan melahirkan generasi yang sanggup bicara di panggung global.
Pancor sebagai Poros.
Namun, satu hal yang tidak boleh hilang: ruh Pancor. Ruh yang lahir dari kesederhanaan seorang tuan guru yang gelisah melihat bangsanya terpinggirkan. Ruh yang meyakini bahwa pendidikan adalah jalan pembebasan. Ruh yang menjadikan madrasah bukan sekadar ruang kelas, tetapi juga ruang perjuangan, ruang pengabdian, dan ruang penyatuan umat.
Dalam ruh itulah, NWDI akan menemukan relevansinya di abad kedua nanti. Dari Pancor, obor itu pernah menyala. Dan dari Pancor pula, obor itu bisa terus menerangi, bahkan melampaui batas pulau, melampaui sekat bangsa.
Peringatan hari lahirnya ke-90 bukan sekadar angka. Ia adalah titik ujian: apakah sebuah lembaga mampu bertahan hanya sebagai simbol masa lalu, atau menjelma menjadi poros masa depan. NWDI kini berdiri di persimpangan itu.
Hultah ke-90 saat ini memberi jawaban sementara: NWDI masih menjadi magnet umat, masih menjadi kiblat ilmu, masih menjadi rumah pulang. Tetapi satu dekade ke depan, jawabannya akan ditentukan oleh sejauh mana NWDI berani menjemput zaman tanpa kehilangan akar Pancor.
Karena itu, trajektori masa depan NWDI bukan sekadar menjaga warisan, tetapi juga menulis sejarah baru. Dan sejarah itu, bila ditulis, dengan pokok Iman dan Taqwa, serta Yaqin, Ikhlas dan Istiqamah,, akan tetap bergaung: dari Pancor untuk peradaban.
